Bid’ah-bid’ah Utsmaniy (Bag. 5)
Bismillah…
Dahulu diera para sahabat, maka penduduk Jerusallem memilih menyerah pasca mendengar kehancuran Romawi di Perang Yarmuk. maka kelak diakhir jaman penduduk Konstantinopel juga akan menyerah dengan damai tanpa peperangan saat mereka tahu kehancuran Legiun Romawi di Amaq dan Dabiq.
Maka karena Kota Jerusallem ini memilih menyerah dan berdamai lalu Uskup-nya sendiri yang menyerahkan kunci kota ini kepada Khalifah Umar Rodhiallahuanhu, maka oleh Khalifah dibuatlah perjanjian damai atas kota ini, yang diantara point pointya perjanjian itu adalah:
Kepada penduduk Eliya (Jerusallem) maka diberikan jaminan atas individunya, harta hartanya, gereja gereja, salib-salibnya, orang miskin, orang polos, orang yang sakit, orang yang tidak memiliki kepentingan, gereja mereka tidak diruntuhkan dan lahannya tidak dikurangi; lalu wajib bagi tiap orang membayar Jizyah.
ولا یسكن بإيلیاء معهم احد من الیهود, و أهل إیلیاء أن یعطوا الجزیه…
Semua orang Yahudi terusir dari Jerusallem. Penduduk Iliyaa wajib Jizyah…
وعلیهم ان یخرجوا منها الروم واللمصوت (وجمعه لصوت)
Khalifah mengusir semua orang Romawi (kombatan, pendeta, pejabat semuanya) juga perampok, bandit, semuanya terusir dan wajib angkat kaki, adapun penduduk Jerusallem (Arab Ghassan, Tanukh, Lakm dll).
ومن شاء سار مع الروم, ومن شاء رجع الی أهله فإنه لا یؤخذ منهم شؤشیء حتی یحصد حصادهم,
dan siapapun yang ingin ikut Romawi (yang dusir pulang ke tanah Romawi) dan siapa yang ingin pulang lagi, maka mereka tidak dihalangi dan tidak diambil sesuatu dari mereka sampai apa yang mereka panen.
(lihat; Tarikh ath Thabariy Juz 03 hlm 609).
Kemudian setelah itu sekalipun sudah menyerah dan perjanjian sudah dibuat; Khalifah Umar aktif mendakwahi orang orang Nasraniy Arab, terutama para tokoh dan Uskup mereka, maka kelak sunnah beliau ini akan diteruskan para penggantinya. al Uqailiy (atau riwayat lain dari al Aqraa) sang muazin Khalifah Umar, ia berkata:
بعثنی عمر رضی الله عنه الی أسقف من الأساقفۃ, فدعوته له…
Umar Rodhiallahanhu telah mengutusku kepada Uskup dari Asskofah, maka (saat dia datang) Umar mendakwahinya….(sampai selesai atsar)
(kisahnya disebutkan dalam Musannaf ibnu Abu Syaibah)
Adapun pada kasus Kota Damaskus, dimana satu sisi dari kota ini penduduknya tidak mau menyerah, maka pecah peperangan sampai mereka kalah lalu berlaku hukum perang bagi mereka, yakni: harta harta mereka rampas dan gereja mereka dirobohkan, mereka ditawan, lahannya dirampas dan menjadi hak kaum muslimin.
Aku katakan dari Sunnah Umar tersebut: 1. Jika orang kafir Nasraniy menyerah dan berdamai, maka mereka dijamin aman semuanya. 2. Wajib Jizyah. 3. Orang Romawi, apapun dia harus angkat kaki dari Jerussallem sekalipun mereka telah bercokol ratusan tahun. Yahudi juga diusir, tanpa terkecuali (Yahudi hanya diusir di Jerusallem).
Adapun saat penaklukan atas Konstantinopel, maka:
Kaisar Konstantine saat itu sudah berulang kali menawarkan perdamaian dan ia bersedia tunduk dan patuh kepada Sulthan Muhammad dan tawaran ini telah ia ajukan sebelum pecah perang. Lalu saat perang berkecambuk, dua kali Kaisar menawarkan perdamaian dan meletakan semua syaratnya kepada Sulthan, dia akan patuh serta bersedia membayar jizyah dan apa saja asal Kontantinopel jangan diinvasi.
وحاول الامیداطور البیزنطی ان یخلص مدینه وشعبه بكل ما یستطیع جیلۃ, فقدم عروضا مختلفۃ السلطان لیغریه بالانسخاب مقابل موال او الطاعۃ…
(Daulah Utsmaniy liy asy Syallabiy hlm 96)
Namun Sulthan Muhammad Khan tidak bergeming, dan dia tetap pada kemauannya menaklukan kota ini dan prasangkanya begitu kuat ingin mewujudkan wasiat bapak dan kakeknya serta Nubuwah Nabi perihal akan ditaklukannya kota ini oleh pemimpin terbaik da pasukan terbaik. Ini adalah keyakinan dan cara pandangnya serta kerasnya kemauannya. Isi surat Sulthan Muhammad Khan kepada Kaisar:
فلیسلم لی امبراطوركم مدینۃ القسطنطینیۃ وأقسم بأن جیشی لن یتعرض الأحد نفسه و الماله و عرضه و من شاء بقی فی المدینۃ….
“maka hendaklah Kaisar menyerahkan Kota Konstantinopel kepadaku dan aku bersumpah bahwa prajuritku tidak akan melakukan kejahatan apapun atas jiwa, harta dan siapa saja yang ingin tetap tinggal, tinggalah dengan damai dan aman ”
Maka negosiasi-pun buntu. Lalu Kaisar berketetapan hati akan mempertahankan Konstantinopel habis habisan, sementara Sulthan Muhammad Khan at Turkiy bertekad menaklukan kota ini. Sampai akhirnya Allah menakdirkan jatuhnya kota ini. Lalu Sulthan Muhammad memgeluarkan kebijakannya:
وقد أعطی السلطان للنصاری حریۃ إقانۃ الشعلٸر الدینیۃ, و اختیار رؤساٸلهم الدینیین الذین لهم حق الحكم فی القضایا المدینۃ, کما أعطی هذا الحق لرجال الكنیسۃ فی الأقالیم الأخری والكنه فی الوقت نفسه فرض الجزیۃ علی الجمیع.
“dan sesungguhnya Sulthan telah memberikan kebebasan kepada kaum Nasraniy melaksanakan ritual keagamaan mereka, kebebasan memilih pemimpin agama, memberikan hak hukum dan masalah sipil dikalangan mereka dan hak seperti ini juga diberikan kepada para pemimpin gereja diwilayah lain, disaat yang sama diwajibkan jizyah secara kolektif”
Aku katakan:
Pertama, Konstantinopel ditaklukan dengan jalan perang habis habisan. Maka jika sudah seperti ini berlaku hukum perang, bukan toleransi;
Kedua, Sulthan Muhammad sangat berambisi melakukan penaklukan, bukan tujuan utamanya menyebarkan Islam sesuai sunnah; padahal jika saja dia mau menerima tawaran proposal dari Kaisar tanpa batas itu; maka dia akan dapat meminta syarat apa saja kepada Kaisar sedang sang Kaisar sudah pasrah atas syarat apa saja asal Konstantinopel tidak takluk dengan peperangan.
Ketiga, jika Sulthan Muhammad menyetujui proposal Kaisar saat itu tanpa harus menginvasi Konstantinopel, maka dia sejatinya sudah menaklukan kota ini dan melakukan apa saja atas Kaisar dan penduduknya, termasuk mewajibkan syariat Islam, sebab syarat kaisar hanya satu, yakni jangan diinvasi. Dahulu muslimin dapat memiliki masjid dan menerapkan syariat Islam di Konstantinopel dengan hanya mengontrolnya melalui perjanjian dan pemantauan dari tapal batas negeri muslim. Dengan cara ini orang orang Byzantium akan tertarik kepada Islam sebab mereka menyaksikan prakteknya dinegeri mereka sendiri, dan apabila mereka masuk Islam maka mereka akan memisahkan diri dari bangsa mereka hijrah kenegeri negeri muslim. Sebagaimana hal ini terjadi saat Bani Umayyah berdamai dengan salah satu kabilah Turkiy, lalu sebagian mereka berangsur angsur memisahkan diri dari kabilah induk mereka karena masuk Islam.
Keempat. Dengan kebijakannya itu, maka justru hal itu dilihat oleh pihak Romawi Barat latin (Kristen Katolik) sebagai suatu kesempatan untuk dapat memasuki Konstantinopel dan negeri negeri muslim dengan sebab besarnya ruang Toleransi dan kebebasan beragama yang dibuka sang Sulthan.
Kelima. Pihak yang pertama diuntungkan dari kebijakan Sultan Muhammad yang berbau “sekuler itu”, adalah pihak Katolik yang sebenarnya sangat memusuhi Ortodoks Byzantium dan Islam. Dari sinilah mulai dibuka perwakilan gereja katolik roma, sekolah sekolah nasraniy, kedutaan, atase dsb. Seharusnya sesuai syariat, semua orang Eropa Barat yang sempat membantu Byzantium harus diusir, sebab mereka bukan Penduduk Konstantinopel, sebagaimana sunnah Umar. Juga semua gereja, sekolah, salib dan harta juga penduduknya adalah milik muslimin sebab mereka kalah perang.
Ketujuh. Kelak kebijakan al Faathih itu akan menjadi petaka bagi Utsmaniy dan muslimin pada umumnya disaat Katolik Roma mulai menjalankan politik kolonialis-nya.
(Wallahu’alam, bersambung kepada kebijakan al Faathih yang lain….)